Review Buku Balita Berakhlak Mulia
Hay, Bunda sholihah dimanapun berada. Semoga selalu bahagia dan sehat ya,
Bunda tahu donk masa balita itu masa yang super duper wow. Karena anak-anak tumbuh dan berkembang dengan sangat signifikan. Apalagi ini masa golden age. Nggak ada bunda yang mau melewatkan momen ini, iya kan?
Bunda, kali ini saya mau cerita pengalaman saya bersama Al Fatih. Ssst, pengalaman BBMan sama Al Fatih sejak usianya 1,5 tahun.
Al Fatih menolong burung jatuh
Suatu hari kami bertiga (Al Fatih, saya, dan ayah) jalan-jalan. Saat ia sedang asik lari-lari, tetiba ia melihat seekor burung yang jatuh.
"Apak, Ibu ada bulung jatoh." katanya sambil mengambil burung itu. Ia meletakkannya di teras mushola. Sambil dielus, dia berpesan pada si burung, "Kamu di sini dulu ya. Nanti kalo udah sembuh kakinya balu telbang lagi."
Ternyata ia ingat kisah Abu Umair yang menangis karena burung peliharaannya mati. Saat saya bacakan kisahnya, ia selalu bertanya, "Ibu, kenapa kog dia menangis?"
Baca juga:
Baju Lebaran untuk Ananda
Al Fatih rajin bantu uleg bumbu
Tiap kali saya memasak, dia rajin nungguin saya di dapur. Nggak hanya duduk menunggu, tapi saat yang paling ia nantikan adalah ketika saya mengeluarkan cobek dan ulegan. Begitu bumbu sudah di cobek dan tinggal diuleg, ia pun mengambil alih pekerjaan itu. "Aku aja, Bu."
Mungkin dalam memorinya merekam informasi dari keseharian Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Beliau suka membantu istrinya mengerjakan pekerjaan dapur. Bahkan menjahit baju yang sobek pun, beliau lakukan sendiri.
Al Fatih suka memaafkan teman
Namanya juga anak kecil, bercanda dengan teman-teman sebayanya kadang tetiba ada yang nangis. Nah kalau dia yang sampai nangis, dia lebih mudah untuk memaafkan.
Tidak hanya dengan teman, dengan ayah ibunya pun dia pemaaf. Di sisi lain, dia mudah juga meminta maaf. Peka melihat orang lain yang raut mukanya sedih atau sakit. Dengan sigap ia meminta maaf atau menolong.
Ketika saya mabok berat hamil, dia selalu siap mengambilkan saya bantal, memijit tangan saya dan menyemangati. Kadang saya terharu sekaligus heran, anak kecil bisa se"dewasa" ini.
Baca juga:
Menjadi ayah yang dirindukan, mengapa tidak?
BBM-an, momen hangat tak terlupakan
BBM-an adalah momen saya membacakan BBM untuk Al Fatih menjelang tidur. Jangan dikira dia duduk tenang dipangkuan mendengarkan saya berkisah. Balita 2 tahun itu lari kesana kemari. Sambil corat coret tembok atau menyusun buku BBM lainnya jadi apa aja imajinasinya. Kadang bikin kereta api, perumahan, jembatan tol, pesawat, bahkan kapal laut.
Sebanyak 5-6 buku ditumpuk, paling atas buku dibuka, itu katanya bikin pesawat terbang.
Satu buku disuruh baca ibunya, 16 lainnya ia jejer memanjang, katanya bikin kereta api. Kalau 16 buku itu ditata bisa juga jadi perumahan. Yang ekstrim itu kalau dia bikin kapal. BBM dijejer, lalu dia dorong dari kamar sampai depan kamar mandi. Kalau bukan BBM, saya sudah pusing pasti. Alhamdulillah BBM kuat, jadi awet. Sekarang buku BBM dipakai untuk adik-adiknya. Semuanya masih kondisi bagus.
Jadi tiap momen BBM, ia memberikan 1 buku pada saya untuk dibacakan. Selebihnya, ia mainkan menurut imajinasinya. Di usia 3 tahun, dosisnya bertambah. Ia berikan 2 buku untuk saya bacakan dalam satu kali sesi.
Momen ini sangat membantu keluarga kami meredam kecemburuannya pada adik-adiknya setelah lahir. Kalau bukan saya, maka ayahnya siap membacakan buku untuknya.
Baca juga:
Bagaimana Cara Ibu Rumah Tangga bisa menghasilkan Uang?Berikut Tips Ibu Rumah Tangga dapat Gaji dari Tulisannya
Awal ketemu sama BBM
Ketika tekad membulat untuk memperkenalkan Al Fatih dengan buku pada usia 1,5 tahun, saya mohon pada Allah agar ditunjukkan buku apa yang terbaik. Tujuan saya adalah agar Al Fatih mencintai Al-Qur'an dan Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam. Karena mengajarkan agama kepada anak itu tidak bisa sebatas teori atau perintah. Ia perlu mengenal tokoh, memiliki idola.
Allah menunjukkan BBM dan memantapkan hati saya. Buku serupa banyak. Yang lebih murah juga banyak. Tapi BBM yang mantap menjadi pilihan hati saya untuk Al Fatih.
Mengenalkan Rasulullah kepadanya di usia dini dengan boardbook. Ia pun menikmati setiap momen BBM-an bersama ibu dan ayahnya menjelang tidur. Mungkin ini salah satu momen yang melekat di hatinya, sehingga dalam keseharian pun dia menunjukkan karakter yang baik seperti yang dibacakan padanya.
Kalau ada yang bilang BBM itu mahal, saya kira karena belum tahu saja. Kalau dihitung-hitung, harga buku boardbook satuan dengan satu paket BBM ya paket BBM lebih terjangkau.
BBM tidak dijual satuan bikin tambah alhamdulillah lagi. Rangkaian penyampaian nilai sifat-sifat utama Rasulullah jadi lebih komprehensif. Apalagi bagi orang tuanya ada buku panduan dan Kisah Inspirasi Rasulullah. Seandainya dijual satuan, saya nggak yakin kalau akan kebeli semuanya. Bisa jadi beli beberapa, kemudian berpindah ke lain hati :grin: Jadi nggak menyeluruh penanaman nilai akhlak mulia seperti Rasulullah-nya.
Awalnya merasa berat juga dengan harganya. Tapi saya mohon sama Allah agar memampukan. Allah kasih rezeki dari mana-mana, tanpa harus membebani (minta) suami. Dana terkumpul dan BBM pun mendarat di rumah. Allah Yang Maha Kaya, yakin deh.
Oleh: Lestari Ummu Al Fatih
(Penulis buku Menjadi Bintang di Langit & Istri Perindu Surga)