Baju Lebaran untuk Ananda


Baju Lebaran untuk Ananda

Lebaran oh lebaran. Hmmmm, ngomongin lebaran, sepertinya nggak jauh-jauh dari kue, baju, angpao, mudik, dan silaturahim ya. Oh iya, satu lagi, yaitu maaf-maafan. Yang jelas lebaran itu adalah momen yang spesial deh.

Ada budaya di Indonesia terkait lebaran ini, yaitu memakai baju baru. Pertanyaan yang menggelitik adalah, apa iya harus mengenakan baju baru ketika lebaran? Baju baru dengan segala aksesoris dan dandanannya.

Menggelitik? Iya, benar. Mengelitik, karena budaya ini seolah sudah mengakar, dari orang dewasa sampai anak-anak. Eh, apa kebalik ya, dari anak-anak sampai orang dewasa? 

Balita saya yang umurnya baru 3 tahun, tetiba meminta baju lebaran. "Ibu, aku mau beli baju lebaran," katanya.

Saya sendiri terus terang agak kaget juga. Dapat darimana ya istilah baju lebaran? Kalau di rumah sih memang tidak ada istilah itu. Mungkin dari teman-temannya. Ahhh, itu bukan masalah.

Si kecil minta baju lebaran juga nggak, Sahabat? Kalau iya, berarti sama donk kita.

Saya sendiri tidak langsung menuju toko dan membelikan ia baju. Memang saya suka memanfaatkan keinginan si kecil untuk mengajukan syarat. Hehe... Bukan bermaksud nggak sayang sama anak, tapi harus ada nilai yang ia pelajari dari keinginan dia.

Baca juga: Bermain dan Jalan-jalan ke Masjid Kampus Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Ketika ia asyik bermain, saya pun mencoba mengajaknya ngobrol. "Dik, mau beli baju koko ya?" tanya saya. Ternyata responnya nggak seperti yang saya bayangkan. Bayangan saya, dia mendefinisikan baju lebaran itu adalah baju koko baru.

Dia terbengong, dan bilang, "Aku nggak mau baju koko. Aku maunya baju lebaran."

Ketika saya tanya, ingin baju seperti apa, dia hanya menjawab singkat, "Aku mau baju lebaran."

Hmmmmm, si emak jadi berkesimpulan bahwa dia sebenarnya belum tahu arti baju lebaran. Dia mendapatkan istilah baru, dan segera mengatakannya pada saya, ibunya.

Memahami keinginannya sekaligus ingin menanamkan nilai manajemen keuangan padanya sejak dini, saya pun tidak serta merta mengajaknya membeli baju.

Pertama, saya katakan padanya bahwa masih ada baju bagus yang bisa ia pakai ketika lebaran. Sekaligus menjelaskan bahwa di hari lebaran besok, ia akan sholat id bersama ibu atau bapak. "Nah, pas kan kalau pakai baju koko?" tanya saya.

Memang masih ada baju koko yang masih bagus. karena jarang ia pakai. Maklum, baju itu kebesaran :smile:

Ternyata ia merespon dengan anggukan. Tanda ia setuju. Meski didahului dengan pertanyaan-pertanyaan polosnya yang penasaran dengan apa itu sholat id dan lebaran.

Baca juga: Menjadi ayah yang dirindukan, mengapa tidak?

Kedua, saya mengiyakan untuk membeli baju lebaran yang ia mau, tapi dengan uangnya sendiri. Hmmm, ini adalah rangkaian proses dalam mengajarinya mengelola keuangan sejak balita.

Setiap hari, ia menabung setidaknya dua keping uang koin. Untuk mendapatkan kepingan itu pun saya ajukan syarat. Hehe, ada yang mau bilang saya sadis? Silahkan :grin:

Syaratnya adalah hafalan. Jika ia semangat menghafal Al-Qur'an, maka dia akan mendapat koin sejumlah tanda bintang yang ia peroleh. Jika tidak semangat, misalnya tidak mau muroja'ah, maka jumlah koin yang ia tabung akan sedikit atau bahkan tidak dapat koin.

Awalnya dia merengek kalau tidak dapat koin, atau ia merasa kurang banyak koinnya. Tapi, itu ujian. Saya harus sesuai kesepakatan. Bagi saya ini bukan sadis, tapi tegas. Lama kelamaan ia pun mengerti dengan konsekuensi dari apa yang ia lakukan. Kalau mau celengannya cepat penuh, berarti ia harus dapat banyak koin. Supaya dapat banyak koin, berarti dia harus semangat.

Baca juga: Bagaimana Cara Ibu Rumah Tangga bisa menghasilkan Uang?Berikut Tips Ibu Rumah Tangga dapat Gaji dari Tulisannya.

Oh iya, sebelum ia meminta baju lebaran ini, ia sudah bisa membeli tas bergambar tayo, dan mainan bus tayo besar. Tentu dengan uang hasil celengannya sendiri. Sedangkan bersama keinginannya beli baju lebaran, ia juga ingin membeli jam tangan bergambar mobil yang ada lampunya dan bisa nyala kelap-kelip.

Saya tidak menghalanginya. Toh ia juga berhak mendapat penghargaan atas jerih payahnya belajar dan menghafal Al-Qur'an.

Hanya saja, dibelikan dengan membeli pakai uang sendiri itu akan memberikan kesan yang berbeda.

Baru sekitar sebulan setelah ia bilang ingin beli baju lebaran, kami bersama ke toko. Dan kami beli baju lebaran versi dia, dan jam tangan idamannya. Semua dengan uangnya sendiri. Buka celengan.

Dia jadi belajar:
1. Keinginannya tidak harus langsung dipenuhi saat itu juga.

2. Dia bisa berusaha untuk mendapatkan yang ia inginkan.

3. Dia belajar konsekuensi dari pilihannya sendiri.

4. Dia jadi lebih peka dengan aktivitas orangtuanya, misalnya bekerja.

Mungkin bagi sebagian orang tua, hal seperti itu terlalu dini. Balita itu ibarat raja kecil.

Baca juga: Manajer Keuangan Keluarga, Mendidik Anak Bersahaja

Iya, saya pun sepakat bahwa di usia balitanya, ia adalah raja kecil. Oleh karenanya ia harus dipersiapkan agar menjadi raja yang bijaksana ketika dewasa kelak.

O iya, di usianya ini, dia belum bisa memahami hal yang abstrak. Jadi mengajarkan akhlak mulia padanya, perlu dengan cara yang konkrit. Salah satu yang perlu kita ajarkan adalah memanaj keuangan. Karena ia betkaitan dengan kemandirian dan kesederhanaan.

Celengan, koin, dan hafalan adalah sesuatu yang konkrit yang ia bisa hadapi. Meski emaknya harus mengusahakan punya koin banyak, tak apa lah. Demi si raja kecil tersayang :heart_eyes:

Eh, ini ceritanya tentang baju lebaran jadi ketambahan bahas celengan. Semoga bermanfaat

INFORMASI:

Iklan yang tampil pada halaman situs ini sepenuhnya diatur oleh pihak google, kami hanya menyediakan slot kosong. Jadi apabila ada iklan yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan anda harap informasikan kepada kami melalui formulir kontak web ini untuk selanjutnya akan kami sampaikan ke pihak Google.

penulis

About Lestari Ummu Al Fatih

<p> Penulis dan SLC di Sygma Daya Insani</p>

Learn More

Artikel Terkait