Ketika Gadget Hadir di Tengah Keluarga
Kehidupan zaman now memang nggak lepas dari yang namanya gawai atau yang kita lebih familiar dengan istilah gadget. Berapa kali sehari kita buka gadget? Ada bunyi klunthing, rasanya ingin banget segera lihat. Gitu nggak sih? Setidaknya banyak orang yang begitu, semoga Sahabat tidak ya
Gadget adalah sarana yang bisa mempermudah banyak hal dalam keseharian kita. Di dalamnya ada teknologi camggih. Saking canggihnya, sampai apa saja yang kita mau, bisa diwujudkan oleh si gadget itu. Ingin makanan kesukaan, tinggal klik lalu datanglah babang kurir antar, tinggal santap deh. Ingin baju bagus model terbaru, tinggal klik juga. Nanti tau-tau ada yang antar, nggak usah pergi ke pasar.
Baca juga:
Tipe Orang Tua dalam Hal Pendidikan Anak
Mungkin ada juga yang suka game. Ada banyak permainan yang disediakan di gadget. Tontonan pun banyak, bisa dipilih dan diunduh. Informasi dari belahan dunia manapun bisa juga kita peroleh dengan cepat, bahkan bisa sebelum mata berkedip.
Demikian hebatnya gadget. Demikian pintarnya ponsel dalam genggaman kita.
Gadget dan Pengasuhan
Gadget tak luput dari peran dalam pengasuhan keluarga di zaman now. Kecanggihan yang ada memang memberikan banyak kemudahan bagi orang tua dalam menjalani hari-hari dengan anak. Namun sayangnya banyak yang kurang memperhatikan bagaimana interaksi mereka dengan gadget, sehingga dampaknya pun tak bisa diremehkan. Khususnya dampak dalam perkembangan emosional anak secara jangka panjang.
Orang tua zaman dulu memiliki ciri khas. Ketika anak menangis, maka sang ibu akan dengan segera datang, menimang dengan penuh kasih sayang, "Tang ting tung ting tang ting tung." Atau mengajak si kecil keluar dan mengalihkan perhatiannya dengan menunjuk ayam, kucing, burung, dan lain sebagainya.
Orang tua zaman now, ketika anak menangis, "Nih Upin Ipin." Sambil langsung nyetel video atau mungkin menyuguhkan game di gadget ke hadapan anak. Inilah fungsi gadget yang dikenal sebagai shut up game. Gadget menjadi andalan orang tua untuk menenangkan anak yang menangis. Karena orang tua nggak mau repot.
Apa yang berbeda dari orang tua zaman dulu dengan orang tua zaman now? Mereka sama-sama ada. Tapi mari kita lihat lagi. Ternyata kehadiran orang tua sebagai human atau manusia itu yang bergeser. Kehadiran orang tua telah tergantikan oleh gadget. Bukan salah gadget, tapi karena si orang tua tersebut yang telah memfungsikan gadget untuk menggantikan perannya dalam menenangkan anak.
Dampak pada Emosi Anak
Kehadiran gadget yang menggantikan peran orang tua akan memberikan dampak berkepanjangan, khususnya dalam hal emosional anak. Mari kita lihat kembali contoh yang telah di sebutkan sebelumnya.
Orang tua zaman dahulu selalu sigap berusaha menenangkan anak yang menangis atau merengek dengan sentuhan manusia. Mereka memasang wajah penuh keteduhan dan mengalihkan anak pada hal-hal yang bisa jadi menyenangkan anak. Dalam hal ini kita bisa lihat bahwa orang tua tersebut hadir jiwa dan raga untuk si kecil.
Maka tak heran jika sang anak menangkap makna bahwa suatu saat ketika ia sedih, galau, dalam persoalan, ia punya ayah dan bunda yang senantiasa ada untuk menghapus air matanya, mendengarkan keluh kesahnya, mendengarkan ceritanya, serta menjadi teman diskusi mencari solusi.
Baca juga:
Bangga dan Bahagia Punya BBM
Sementara orang tua zaman now, yang telah menghadirkan gadget di hadapan anak agar anak tenang, seolah sedang menitipkan pesan pada sang anak. Sehingga tak heran jika anak akan menangkap makna bahwa jika suatu saat ia sedih, gelisah, atau dalam persoalan, maka gadget adalah teman terbaiknya, yang selalu siap memenuhi permintaannya, menyenangkan hatinya.
Bukankah kondisi itu adalah petaka bagi keluarga? Kehadiran orang tua yang tak dirindukan anaknya sendiri. Kehadiran orang tua yang tak terpikirkan oleh anak ketika ia berada dalam situasi yang tidak mudah. Bahkan bukan tidak mungkin, anak tak akan ingat orang tuanya ketika ia dalam kesenangan.
Interaksi anak dan orang tua yang hadir jiwa dan raga untuknya akan melibatkan rasa dan emosi. Anak akan belajar hal ini, sehingga ia memiliki bekal untuk menghadapi kehidupannya kelak. Bagaimana dengan interaksi antara anak dengan gadget? Hanya emosi anak yang bermain. Like dan dislike akan terpupuk subur. Kalau suka yang dipakai, kalau nggak suka ya sudah.
Misalnya dalam berteman di media sosial, ketika ada teman yang menyinggungnya, akan dengan mudah ia blokir atau unfriend. Mudah sekali ia lari dan mengikiti perasaannya sendiri.
Dalam dunia nyata, kemumungkinan besar dia tidak punya ketangguhan dalam menghadapi persoalan. Keputusan hanya didasarkan pada like dan dislike saja. Dia akan dengan mudah pindah kerja dengan berbagai alasan.
Dampak itu hanyalah seklumit gambaran yang disampaikan Ustadz Bendri Jaissyurahman S.Si dalam topik Keluarga Gadget. Pesan beliau yang pantas kita ingat baik-baik antara lain:
1. Mengurus anak, repot itu wajar. Kalau mau repot urus anak saat mereka kecil, kita bisa ongkang-ongkang kaki kelak saat mereka dewasa. Sebaliknya, kalau maunya ongkang-ongkang kaki saat anak masih kecil, maka bersiaplah repot ketika mereka dewasa.
2. Bukan berarti gadget itu haram, tapi ketika mengizinkan anak memegang gadget maka orang tua perlu berikan batasan-batasan (meliputi perihal waktu, lokasi, durasi, aplikasi, dan situasi). Misal, ketika waktu makan, tidak ada yang boleh pegang hp, semua hp dikumpulkan. Tidak boleh membawa hp ke kamar mandi (WC). Media sosial dibatasi maksimal 2, media perpesanan maksimal 1, dan sebagainya.
Baca juga:
Menjadi ayah yang dirindukan, mengapa tidak?
Jadi sebenarnya gadget bukan tidak boleh dipakai dalam pengasuhan sehari-hari. Namun jangan sampai memfungsikan gadget sebagai pengganti peran orang tua khususnya dalam menenangkan anak. Kehadiran orang tua secara penuh, jiwa dan raga adalah yang anak butuhkan. Momen itu akan mereka rekam, sehingga berpengaruh pada emosi mereka kelak saat dewasa. Jika anak sudah terlanjur kecanduan gadget, maka orang tua perlu bersikap tega dan tegas dalam memberikan peraturan terkait penggunaan gadget oleh anak. Tega, demi kebaikan anak dan masa depannya.