Bisa Nabung apa di bank ide?
Ketika mendampingi peserta pelatihan nulis buku solo, banyak yang mengaku kesulitan untuk memulai. Ada yang bingung mau mulai darimana, bahkan ada yang belum punya ide mau nulis apa.
Persoalan seperti itu umum dialami oleh pemula. Bagi saya pribadi, punya niat untuk menulis itu saja sudah layak diacungi jempol. Apalagi jika ingin menulis dengan tujuan dakwah atau kebaikan.
Kembali ke persoalan bingung ketika ingin mulai menulis. Banyak orang mengiea bahwa mulainya menulis itu kalau sudah ada draft, atau bahkan sudah ada judul. Tahukah Anda bahwa proses menulis itu dimulai dari ketika Anda menuangkan gagasan?
Nah, jadi pertanyaannya adalah, "Bagaimana cara menuangkan gagasan yang baik?"
Baca juga:
Tuangkan Idemu, dan Mulailah Menulis
Gagasan atau ide seringkali datang kepada kita. Sayangnya, ia datang pada saat kita nggak siap menyambutnya dengan jamuan yang baik.
Kalau kita jadi ide nih ya, datang ke rumah teman, tapi nggak diapa-apain. Nggak diajak masuk apalagi duduk, nggak diajak ngobrol pula. Salam pun nggak dijawab. Dia hanya tahu kita datang. Habis itu, dia asik lagi sama aktivitasnya. Baper nggak tuh?
Kurang lebih sama lah kayak ide. Sudahlah datang ke kepala kita, eh nggak diajak ngobrol, bahkan nggak dianggap ada. Pantas aja kan kalau dia nggak suka, dan pergi begitu saja.
Di sisi lain, sering pula kita merasa pernah dapat ide bagus. Kalau ditulis bakalan jadi tulisan keren banget. Tapi saat kita mau nulis, ide itu nggak bisa dipanggil. Sudah coba diingat-ingat, tapi nihil.
Dulu saya juga begitu. Ingin punya buku karya sendiri. Tapi bagaimana mungkin, saya bukan orang sastra. Nggak tahu juga bagaimana caranya nulis buku. Tapi, Allah punya berbagai cara untuk menunjukkan jalan. Asal kita mau belajar dan berproses.
Baca Juga:
Tips Menjadi Seorang Penulis yang Produktif
Yuk, Bangun Bank Ide
Bank ide itu adalah langkah awal untuk menulis. Ketika membangun bank ide, sebenarnya kita sedang menuangkan gagasan. Lebih tepatnya, kita sedang menjamu sang tamu terhormat, yaitu ide.
Caranya mudah kog, tulis aja ide yang berkeliaran di kepala kita dalam selembar kertas kosong. Radial lebih saya sarankan. Karena akan lebih mudah mengalirkan ide itu sampai ke turunan-turunannya.
Ide-ide yang sudah kita tangkap itu bisa kita sebut gugusan ide. Ide utama di tengah, dan ide turunan di cabang-cabangnya. Kalau masih ada ide turunannya lagi, masukkan saja di ranting-rantingnya.
Baca juga:
Bagaimana cara menangkap, merawat serta menuangkan ide ke dalam tulisan kita?
Sebagian bertanya, "Oh, ini kayak mind map ya?" Iya, tapi gugusan ide ini adalah tahap sebelum mind map.
Setelah gugusan ide beres, kita bisa lihat kembali. Mungkin ada yang harus dihilangkan atau ditambahi. Nah, inilah saatnya. Tambahkan kata kunci saja yang mewakili ide itu.
Jika sudah dirasa cukup, maka lanjutkan dengan menomori cabang ide. Nomor ini menentukan urutannya di naskah nanti. Kalau di buku, ia akan menjadi Bab 1, Bab 2, dan seerusnya.
Barangkali ada yang beranggapan, ini nggak penting. Kenapa nggak langsung bikin draft tulisan?
Kembali pada pribadi masing-masing tentunya. Perempuan yang katanya multitasking, akan lebih mudah menggunakan bank ide ini.
Terkadang begitu ide ditangkap, kita harus menyelesaikan pekerjaan yang lain. Belum tentu, ide ditangkap lalu bisa menulis naskah langsung. Ada kalanya ide itu terpaksa disimpan dulu, entah untuk satu minggu, satu bulan, atau mungkin satu tahun.
Mind map memungkinkan kita untuk mulai menulis dengan lebih mudah. Khususnya setelah sekian lama terjeda dari sejak menuangkan ide itu.
Baca juga:
MEMBANGUN BANK IDE UNTUK LANGKAH AWAL MENULIS BUKU
Benang merah keseluruhan tulisan sudah bisa terlihat dari mindmap. Alur tulisan mau dibawa kemana, sudah bisa dilihat dari mindmap. Jadi, cukup efisien kan untuk me-recall tujuan penulisan naskah itu?
Kenapa ini disebut bank ide? Saya suka menyimpan mindmap ide tulisan dalam suatu buku. Ada yang sudah sejak sekitar sepuluh tahun lalu saya buat. Di antara kumpulan mind map itu, ada yang sudah terbit, ada yang sudah jadi naskah tapu belum maju ke penerbit, ada juga yang masih utuh mind map yang belum diapa-apain. Intinya, kapan saja saya siap, saya tinggal ambil ide yang mana yang mau saya tulis naskahnya.
Seperti kalau kita menabung di bank. Kita tak kan bawa uang cash kemana-mana. Tapi cash itu tersimpan dengan aman. Kapan saja dibutuhkan, kita bisa ambil tabungan itu.
Sama halnya dengan bank ide. Mindmap yang kita buat adalah tabungan kita. Masukkan dalam satu buku khusus, di situ kita simpan ide-ide yang sudah dalam bentuk mindmap tadi. Tak jadi persoalan kalau kita sibuk dengan pekerjaan lain. Kapan saja siap mulai menulis, kita bisa ambil idenya.
Ditambah dengan komitmen yang kuat, insyaAllah buku solo Anda akan cepat selesai. Bank ide adalah persoalan teknis saja. Selebihnya Anda sendiri yang akan menentukan apakah saldo tabungan ide itu akan bermanfaat atau tidak. Apakah mindmap itu akan menjelma menjadi naskah utuh atau tidak. Itu tergantung pada kesungguhan Anda.
Oleh Lestari Ummu Al Fatih
Penulis buku Menjadi Bintang di Langit dan Istri Perindu Surga