Bagaimana cara menangkap, merawat serta menuangkan ide ke dalam tulisan kita?
Kedengarannya konyol ketika saya mendengungkan kelas “Menangkap dan Merawat Ide”. Seolah ide ini adalah makhluk liar yang nggak gampang dikendalikan. Memang ide begitu kan ya? Ia datang tak diundang, pergi tak diantar. Ide suka datang dan pergi sesuka dia sendiri. Tanpa memperhatikan orang yang ia hinggapi itu baper atau tidak. Ah, seandainya ide itu punya perasaan, mungkin ia akan kasihan dan mau tinggal menunggu orang itu mencatat dulu.
Memangnya sepenting apa sih ide itu, samoai harus ditangkap kemudian dirawat? Ya penting lah. Bagi seorang penulis, ide itu adalah modal. Ia menjadi investasi yang sangat berharga. Tanpa ide, bagaimana seseorang bisa mulai menulis? Mau dibawa kemana ujung penanya? Menulis tanpa arah, bisakah menghasilkan karya yang berarti dan bermanfaat?
Baca juga:
Membangun Bank Ide Untuk Langkah Awal Menulis Buku
Menangkap ide
Seperti yang sebelumnya kita bahas, bahwa ide itu datang dan perginya sesuka dia. Maka kita jangan mau kalah donk sama ide. Kita memang butuh ide untuk menulis. Jadi kita yang harus tau caranya agar ide itu bisa kita dapatkan.
Ide suka berkeliaran di kepala kita seringkali saat kita lagi nggak siap untuk menuliskannya atau mencatatnya. Misal ketika kita sedang berkendara, mencuci, memasak, mandi, atau aktivitas yang lain. Memang seringkali ia datang ketika pikiran kita santai. Nah, bagaimana kalau kita tidak bawa ballpoint dan kertas untuk mencatatnya?
Jika memang aktivitas itu bisa kita tinggal sebentar untuk mencatatnya, sebaiknya tinggalkan sementara untuk mencatat ide tersebut. Catat idenya saja, bisa menuliskannya dengan kata kunci. Tidak usah langsung dieksekusi menjadi tulisan utuh. Bisa-bisa nggak jadi ngapa-ngapain. Hehehe
Baca juga:
Tuangkan Idemu, dan Mulailah Menulis
Jika aktivitas kita tidak bisa ditinggalkan untuk sekedar mencatat, maka mau nggak mau kita harus mengingat-ingatnya. Memori kita bisa lebih lama ingat kalau infornasi itu dalam bentuk gambar. Jadi silahkan menghubungkan ide itu dengan sebuah gambar, sehingga nanti bisa gampang dipanggil kembali. Misal ketika sedang berkendara, tetiba dapat ide brilian mau nulis tentang tips belanja bulanan yang hemat. Kita bisa menghubungkannya dengan swalayan, dan gambaran tentang aktivitas membayar di kasir. Bagus kalau kita lewat swalayan beneran, jadi lebih nyata ngrekamnya. Setibanya di tempat tujuan, yang kita bisa mencatat si ide itu, kita catat saja idenya. Cepat ya, keburu menguap idenya. Jika lupa, kita bisa memanggil ide itu kembali, dengan mengingat gambaran tadi. Misalnya, “Ide itu tadi muncul ketika aku lewat swalayan Lancar Rezeki.” Sambil mengingat-ingat apa idenya, “Aha… Aku mau nulis tentang bagaimana tips belanja bulanan yang hemat.”
Baca juga:
Antara Bakat Gagal dan Sukses
Media mencatat ide tak hanya kertas dan pena loh. Zaman serba canggih, apa saja bisa dilakukan dalam genggaman kita. Mencatat bisa dilakukan di ponsel. ini adalah media pencatatan sementara. Segera pindahkan ke buku bank ide Anda. Buku bank ide adalah media pencatatan ide yang tetap. Di sana kita kumpulkan ide-ide kita. Satu buku bisa menyimpan puluhan ide.
Hanya ide semua itu dalam satu buku? Iya. Ide semua yang kita catat dalam buku. Namanya buku bank ide. Jadi di situ kita simpan ide-ide brilian kita. Kapan saja mau diambiil ide itu untuk ditulis, bisa saja. Tak perlu menunggu satu tulisan selesai untuk mencatat ide yang datang lagi. Setiap ada ide, catat di bank ide. Tambah terus saldo tabjngan di bank ide kita.
Baca juga:
Tips Menjadi Seorang Penulis yang Produktif
Merawat ide
Kalau sudah nangkapin ide, dapat banyak, dan dicemplungkan ke bank ide kita, lalu diapakan? Minimal sudah kita tangkap dulu idenya supaya tidak kabur begitu saja. Ada langkah selanjutnya yaitu merawat ide.
Kita berusaha untuk membuat ide itu berkembang. Maka kita membuat gugusan ide, hingga mindmap. Tujuannya adalah agar ketika kita mau menuliskannya, ide itu sudah siap pakai. Kita tinggal mengalirkan tulisan saja.
Nah, termyata menulis itu tak sesulit yang kita bayangkan ya? Memulainya saja hanya butuh hal sesederhana ini, yaitu menangkap dan merawat ide. Konsep ini menjadi satu kelas dasar di rangkaian kelas Menulis, Yuk! yang saya ampu. Belajar sekaligus praktik, akan membuat kita semakin luwes dalam menuangkan ide dan menulis.
Baca juga:
Bagaimana Cara Ibu Rumah Tangga bisa menghasilkan Uang?Berikut Tips Ibu Rumah Tangga dapat Gaji dari Tulisannya.
Zaman sekarang, kita bisa memanfaatkan fasilitas di laptop atau komputer untuk memudahkan kita menulis. Bahkan di ponsel pun, kita bisa menulis. Jadi, tidak ada lagi kata sulit untuk memulai menulis, kan? Fasilitas yang tersedia sedemikian banyak. Kita yang harus pintar memanfaatkannya. Kalau tidak, bisa-bisa kita sendiri yang dibuat bingung oleh berbagai fasilitas itu. Bingung dan kemudian justru tidak menulis. Sepakat ya, bahwa menulis itu mudah? ;)
Tuangkan saja ide mu
Ketika awal saya meluncurkan kelas Membangun Bank Ide, sempat terbersit dalam benak sendiri, apakah materi semacam ini dibutuhkan? Hanya menuangkan ide, apa susahnya? Ngapain capek-capek ikut kelas menulis?
Ada kalanya batin ini membenarkannya. Namun, teriakan sebaliknya justru lebih keras, bahwa banyak yang memerlukan ilmunya. Bagaimana menangkap dan merawat ide.
Banyak orang yang ingin menulis, tapi tidak tahu harus mulai dari mana. Banyak yang ingin menjadi penulis, tapi tidak tahu mau menulis apa. Banyak yang bilang punya ide ini dan itu, tapi tak satu pun berhasil ditangkap hingga menjadi sebuah tulisan.
Pada dasarnya, kalau sudah punya niat mau menulis, ya tulis saja. Masalahnya untuk memulainya itu seringkali sangat berat. Padahal kalau sudah mulai, ya biasa saja. Nulis jadi lebih gampang, lebih mengalir.
Baca juga:
Kendalikan Mood Untuk Produktif Menulis
Ide adalah aset berharga bagi seorang penulis. Membiarkan ide menguap begitu saja adalah hal yang sangat disayangkan. Ide datangnya entah kapan. Begitu datang, kadang langsung pergi lagi tanpa sempat dicatat terlebih dahulu. Maka mengerti bagaimana cara menangkap ide, merawatnya, hingga menjadikannya sebuah tulisan adalah ilmu yang penting untuk dipelajari. Praktiknya penting dilakukan untuk mengasah skill.
Kata-kata bijak dari penulis buku best seller Kupinang Engkau dengan Basmallah ini barangkali bisa memacu semangat kita untuk mulai menulis. "Resep menulis yang paling baik adalah tuangkan saja."
Nah, pada dasarnya proses awal menulis adalah dengan menuangkan ide kita. Inilah yang dipelajari di kelas Membangun Bank Ide. Ilmu yang sederhana, tapi sangat diperlukan untuk memudahkan kita dalam menulis. Jika sudah bisa menangkap dan merawat ide, maka kita akan punya bank ide. Kita bisa mengambil ide dari bank ide untuk kita keejakan kapan saja. Kita pun lebih produktif menulis.
Baca juga:
PERTARUNGAN ANTARA KREATIF DENGAN KRITIS DALAM PIKIRAN PENULIS
"Gagasan yang baik sering tidak tersampaikan karena kita sibuk memikirkan bagaimana membuat awalan. Padahal, awalan yang terbaik adalah cetusan gagasan itu sendiri."
Awalan yang terbaik adalah cetusan ide itu sendiri. Iya, benar sekali. Kalau kita berhasil menuangkan ide kita, maka pada dasarnya kita sudah memulai menulis. Ide utama sebaiknya terus digali hinga sub-sub ide, sehingga akan membentuk sebuah peta. Fungsinya adalah untuk melihat keseluruhan calon tulisan kita. Kita akan bisa melihat benang merah dari setiap bagian tulisan.
Ide utama kita tulis terlebih dahulu. Kemudian kita gali sub-sub ide dari ide utama tersebut. Misalnya ingin membahas mengenai buah. Maka akan kita dapati otak kita mengalirkan sub-sub ide antara lain, buah berasa manis, berasa asam, berwarna merah, berwarna kuning, dst. Nah, jadi menuangkan ide dalam bank ide ini akan sangat memudahkan kita dalam mengalirkan kata demi kata, menjabarkan ide kita menjadi sebuah tulisan utuh yang tersusun rapih.
Baca juga:
Bagaimana Aku Bisa Menulis Kalau Hatiku Gelisah?
Apakah satu ide harus segera dieksekusi hingga menghasilkan tulisan baru kemudian menggali ide lagi? Jawabannya, tidak harus demikian. Mengingat sifat ide yang datang dan pergi sesuka dia, maka kita yang perlu aktif mencatat sebanyak mungkin ide yang berseliweran di kepala kita. Setiap ide yang disimpan dalam bank ide adalah tabungan kita. Suatu saat kita siap menulisnya, maka kita tinggal ambil. Tak perlu lagi bingung mau mulai dari mana, tinggal kita mengalirkan tulisan kita saja. Prosesnya akan menjadi lebih mudah dengan memiliki bank ide.
Update: 11/ 10/ 2019
Tulis saja apa adanya
"Seringkali yang membuat ujung pena terhenti menuangkan kata adalah keinginan untuk melahirkan tulisan yang banyak disanjung orang. Sementara yang memecah kebuntuan adalah sikap apa adanya dalam menuturkan kebenaran" (Mohammad Fauzil Adhim)
Benar juga ya nasihat itu? Awalnya kita yakin sekali bahwa ide kita bagus. Setelah ditulis, akan menghasilkan tulisan yang bagus pula. Kalau tulisan bagus, maka akan banyak orang yang memuji. Nah, ini tujuan akhir yang keliru. Sayang banget kalau tulisan bagus menjadi kecil manfaatnya hanya karena mengharap pujian orang.
Baca juga:
4 Tips Sukses menjadi Reviewer Jurnal Nasional dan Internasional
Lain halnya kalau kita menulis agar banyak orang yang memperoleh manfaatnya. Tulisannya memang harus bagus, bisa dibaca dengan baik. Sehingga orang akan dengan mudah menangkap amanat yang ingin kita sampaikan. Seringkali tulisan yang apa adanya justru lebih mudah untuk menyampaikan amanat atau pesan si penulis.
"Ah, itu kan hanya tujuan saja." Mungkin ada yang bergumam seperti itu. Sepertinya membahas tentang tujuan untuk apa menulis adalah tidak penting. Tapi, bagi penulis pemula, ini menjadi kendala tersendiri. Berharap agar tulisannya banyak mendapat pujian orang, bisa-bisa membuat dia tidak jadi menulis. Setiap kali merasa tulisannya kurang baik menyajikan idenya yang bagus, ia hapus atau coret lagi. Belum jadi tulisan sudah diedit, dikritisi dengan tajam.
Baca juga:
Bingung cara mencari ID dan H Indeks Scopus? 6 langkah mudah untuk mencari ID dan H indeks Scopus
Bagaimana tidak? Sekali ia menyelesaikan suatu kalimat, ia membayangkan bagaimana tanggapan pembaca setelah membaca tulisannya. Jika dirasa kurang bagus, tak segan ia hapus. Satu kali, dua kali, bahkan bisa jadi berlanjut, hingga lama sekali menjadi satu tulisan utuh. Bahkan tidak jarang yang justru tidak jadi menulis. Ujung pena mandeg begitu saja.
Apa adanya saja. Iya, tulis saja apa adanya. Justru ini yang bisa memecah kebuntuan. Menulis tanpa kuatir dibilang jelek oleh orang. Pada dasarnya kita sendiri yang seringkali menjadi hakim paling sadis atas tulisan kita. Belum apa-apa sudah bilang jelek. Akhirnya tidak jadi menulis.
Baca juga:
10 Langkah mudah membuat blog dengan bantuan blogspot.com
Nah, dengan menulis apa adanya, maka kita akan lebih leluasa menggerakkan pena kita. Tentu proses menulis kita akan lebih menyenangkan jadinya. Sikap apa adanya lebih meringankan langkah kita. Jika memang tulisan kita memperoleh kritik dan saran, maka itu menjadi bagian dari proses belajar kita. Kita pun akan lebih mudah memperbaiki tulisan kita selanjutnya. Sebaliknya berharap akan pujian orang yang membaca tulisan kita, hanya akan memperberat langkah kita dalam menuangkan ide. Jangankan berbagi manfaat, menulis hingga selesai saja barangkali akan menjadi berat.