Resensi Buku: Dalam Dekapan Mukjizat Al Qur’an


Resensi Buku: Dalam Dekapan Mukjizat Al Qur’an

Judul Buku : Dalam Dekapan Mukjizat Al Qur'an

Penulis: Lana Salikah Azhariyyah; Salmiah Rambe, dkk

Tahun terbit: 2018

Penerbit: Sygma Creative Media Corp

Jumlah halaman: x + 254 halaman

ISBN: 978-979-055-834-2

 

Menjadi seorang hafizah adalah impian bagi sebagian orang. Sebuah keinginan yang menjadi cahaya penerang jalan kehidupan seseorang. Bagi sebagian wanita, dengan segala perannya sebagai pribadi, ibu, sekaligus peran publik yang melekat padanya, menjadi hafizah seolah bukanlah mimpi yang harus diwujudkan. Namun, pada kenyataannya banyak wanita yang kemudian menemukan motivasi yang menggerakkan jiwa dan raganya untuk menghafal Al Quran.

Laila Maghfiroh menemukan motivasi dari masa kecilnya tentang keutamaan menjadi hafizah, "Salah satunya, jika seorang hafizah meninggal dunia, jasadnya akan tetap utuh hingga hari kebangkitan tiba." (hal 46). Motivasi masa kecil itu diperkuat dengan pandangannya akan masa depan anak-anaknya. Ketika orangtuanya sudah tiada, siapa yang akan menjaga mereka dari hal-hal buruk pergaulan? Al Quran lah yang dapat menjadi perisai bagi mereka.

Baca juga:

Bangga dan Bahagia Punya BBM

Motivasi pun bisa berawal dari keluguan dan kepolosan anak kecil, seperti yang dialami oleh Nufa Pramana. Ketika ia berada di puncak semangatnya mengajari anak-anaknya untuk menghafal Al Quran, ia justru mendapat protes dari anaknya. Mengapa anak-anak ditempa sedemikian rupa agar bisa memakaikan mahkota emas untuknya, sementara ia sendiri tidak berpikir menghadiahkan mahkota emas untuk ayah dan ibunya?

Ketika seseorang telah memutuskan untuk menghafal Al Qur'an, maka ia pun mengambil langkah-langkah nyata. Tak hanya cara offline, beberapa penulis juga menggunakan teknologi yang memungkinkan mereka belajar dan menghafal secara online. Secara umum, mereka memperbaiki tahsin terlebih dahulu. Langkah mereka tidak mulus begitu saja. Banyak kendala yang harus mereka hadapi, baik kendala dari dalam diri maupun dari lingkungan sekitarnya. Terkadang merasa sulit menghafalkan karena umur yang sudah tak muda lagi, kesibukan mengasuh anak-anak, dan sibuk bekerja. Belum lagi dengan omongan orang yang memandang bahwa menghafal Al Quran itu tidak ada istimewanya. Bahkan ada juga yang mengajak untuk sekedar mengobrol menghabiskan waktu luang.

Baca juga:

Temukan Solusi Persoalan Hidupmu dengan Garputala

Beberapa penulis dalam buku ini rela resign dari pekerjaan dengan penghasilan mapan dalam perjalanannya menghafal Al Quran. Komentar orang lain terkadang menyurutkan langkah. "Benarkah keputusan yang sudah kuambil?" Komentar mereka memang logis. Menjadi hafizah jangan idealis, tetap perlu memperhitungkan kebutuhan ekonomi. Kenapa harus melepaskan pekerjaan yang didambakan sedari dulu, bahkan gelar yang diperoleh dengan susah payah menjadi tak terpakai. Namun, semangat mereka ternyata lebih kuat. Keajaiban bersama Al Quran pun menyelimuti kehidupan mereka.

Seolah diterpa badai, Lana Salikah Azhariyyah didiagnosis autoimun ketika ia duduk di bangku Madrasah Aliyah. Yaitu kondisi akibat berlebihnya respon imun tubuh sehingga kadar trombosit turun drastis. Sakitnya terkadang membuat ia merasa tidak sanggup lagi menanggungnya.

Baca juga:

Apa sich arti dari Tawakal? Bagaimana keutamaan dari Tawakal?

Ujian akhir sekolah tetap harus ia lalui. Setiap siswa wajib menyetorkan hafalan Al Quran minimal 5 juz untuk bisa lulus. Mau tak mau, Lana tetap harus menghadapinya. Ia pun harus remidi 3 dari 5 juz yang ia setorkan. Usahanya luar biasa, hingga ia berhasil lulus. Namun, tak satupun hasil tes yang menyatakan ia lolos seleksi menjadi mahasiswa di perguruan tinggi yang ia minati.

Takdir pula yang membawanya melangkah ke pesantren tahfiz. Keajaiban ia peroleh di sana. Satu tahun di sana, ia dapat menyelesaikan hafalan 30 juz dan penyakit autoimunnya tidak pernah datang lagi. "Aku dinyatakan sembuh." (hal 148)

Salmiah Rambe mendapat inspirasi dari seorang kakek, bahwa usia bukanlah penghalang untuk menghafal Al Quran. Di usia senjanya, sang kakek menerima penghargaan sebagai santri terbaik program Tahfiz Qur'an di Masjid Habiburrahman karena selalu menyetorkan hafalannya. Meski ia sendiri tak yakin akan bisa menuntaskan 30 juz hafalan, ia sangat berharap bisa istiqomah hingga ajal menjemput. Kisah itu dikonfirmasi oleh Ustaz Abdul Aziz Ar Rauf Al Hafiz, bahwa sang kakek tersebut berhasil selesai menyetorkan 30 juz hafalan Al Quran sebelum meninggal.

Baca juga:

Langkah-Langkah menghafal Al quran

Buku ini memberikan inspirasi bagi pembaca untuk menemukan motivasi yang kuat untuk menghafal Al Quran. Empat belas wanita menulis kisah mereka untuk menghadirkan keajaiban Al Quran dalam kehidupan mereka. Dengan gaya bercerita, membuat pesan dari buku ini mudah dipahami. Seolah tak bisa lagi ada alasan untuk tidak menghafal Al Quran.

Kata Ibnu Taimiyah "Tidak ada sesuatu yang lebih bisa memberikan nutrisi otak, kesegaran jiwa, dan kesehatan tubuh, serta mencangkup segala kebahagiaan melebihi orang yang selalu melihat Kitabullah. Manakala menyibukkan diri dengan Al Quran, kita akan dibanjiri oleh sejuta keberkahan dan kebaikan dunia." (hal 136)

Bagian akhir buku ini menyajikan tips-tips untuk menghafal Al Quran. Ada tips secara umum, termasuk untuk mengantisipasi kendala-kendala yang mungkin timbul dalam perjalanan menghafal. Ada juga tips menghafal secara teknis, sehingga pembaca dapat menjalankannya secara mudah.

 

Oleh Lestari Ummu Al Fatih

Penulis buku Menjadi Bintang di Langit dan Istri Perindu Surga

 

INFORMASI:

Iklan yang tampil pada halaman situs ini sepenuhnya diatur oleh pihak google, kami hanya menyediakan slot kosong. Jadi apabila ada iklan yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan anda harap informasikan kepada kami melalui formulir kontak web ini untuk selanjutnya akan kami sampaikan ke pihak Google.

penulis

About Lestari Ummu Al Fatih

<p> Penulis dan SLC di Sygma Daya Insani</p>

Learn More

Artikel Terkait